Sabtu, 13 Februari 2016

Biografi Anregurutta KH. Abd. Muin Yusuf



Gurutta KH. Abd. Muin Yusuf (Kali Sidenreng) lahir di Rappang, 21 Mei 1920. Beliau anak  ke tiga dari pasangan H. Muh. Yusuf (Pammana Wajo) dengan A. Khatijah (Rappang Sidrap). Dalam catatan silsilahnya, Gurutta masih keturunan seorang ulama besar di Wajo pada masa itu yaitu Anregurutta KH. Muh. Nur. Di garis keturuan ibu, Gurutta mempunyai pertalian darah dengan bangsawan Rappang, yaitu Petta Sulle Watang Rappang (pejabat bawahan dari Addatuang Sidenreng).
Dalam setiap kesempatan, Petta Sulle sering menasehati kedua orang tua Gurutta agar memperhatikan pendidikan anak-anaknya “maelokoga pancaji pakkampi sapingngi ana’mu narekko marajani”.
Orang tua Gurutta sangat sibuk di dunia perdagangan, namun tidak mengalihkan kecintaannya pada agama, untuk mengarahkan Gurutta pada pendidikan agama.
Selain itu Gurutta sendiri mendapat perhatian khusus, tidak hanya dari kedua orang tuanya, tetapi juga dari nenek-neneknya yang ikut mengontrok pendidikannya. Nenek Pammana dari keluarga bapak justru meramalkan Gurutta bakal menjadi “Paramata Jamarro”. Kedua orang tuanya sangat mencintai Gurutta karena ia bisa ceramah di depat umum serta membaca al-Qura’an secara fasih.
Disampaing dari orang tua, Gurutta juga banyak mendapat arahan dan dorongan untuk memperdalam ilmu agama dari sang nenek dari jalur ibu yang bernama Puang Ngakka. Beliau inilah kemudian yang mempunyai andil sangat besar dalam menentukan karier Gurutta. Kecintaan Puang Ngakka terhadap cucunya yang dilihatnya sebagai anak patuh, penurut dan mempunyai bakat memperdalam agama mendorong untuk mengambil andil dalam menanggun sebagia biaya sekolah Gurutt. Bahkan ketika Gurutta belajar di Mekkah, ia pun tak segan-segan menjual tanahnya untuk dijadikan biaya sekolah Gurutta disana.
Bahkan Syeikh Ali Mathar (salah satu ulama besar sidenreng) juga memberikan perhatian khusus kepada kemanakannya. Perhatian khusus tersebut menjadi lebih besar lagi ketika Syeikh Ali Mathar kedatangan tamu dari Madinah yang bernama Syeikh Abdul Jawad. Dalam pesannya Syeikh Abdul Jawad mengatakan kepada Syeikh Ali Mathar agar Gurutta dijaga dengan baik karena ia melihat adanya tanda-tanda pada diri Gurutta yang akan menjadi seorang ulama besar di kemudian hari.
Ketika memasuki usia 7 tahun Gurutta mulai belajar mengaji kepada salah seorang guru ngaji (Kyiai) kampong yang bernama H. Patang.  Kemudian masuk sekolah umum di Insladsche School yang waktu sekolahnya pagi hari, sedangkan pada sore harinya ia belajar agama di sekolah Ainur Rafieq. Sekolah yang didirikan oleh Syeikh Ali Mathar setelah ia memutuskan untuk tidak mengajar di sekolah Muhammadiyah yang disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan tentang paham keagamaan.   Itulah sebabnya sehingga Gurutta tidak sempat menyelesaikan pendidikannya di sekolah Muhammadiyah tersebut karena harus keluar dari sekolah itu dan ikut dengan sekolah yang didirikan pamannya, yaitu sekolah Ainur Rafieq (cikal bakan YMPI Rappang).
Syeikh Ali Mathar adalah orang pertama yang member dasar pelajaran agama kepada Gurutta. Guruttapun mengakui hal tersebtu dengan menyatakan bahwa ilmu yang beliau dapat itu ibarat kelapa, maka syeikh Ali Mathar adalah orang yang mengawali membuka kulitnya.
Selanjutnya pada tahun 1934, Gurutta kemudian melanjutkan penddikannya di Madarasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang didirikan oelh ulama Besar Yakni Anregurutta H. As’ad pada tahun 1931 di Sengkang. Ketokohan, charisma, serta luasnya ilmu agama yang dimiliki Gurutta As’ad menjadikannya banyak didatangni murid dari berbagai daerah, termasuk Gurutta Abdul Muin Yusuf. Oleh karena itu, pada saat itu pulalah Sengkang menjadi pusat pendidikan agama Islam di Sulawesi Selatan sehingga sulit menemukan ulama besar di sul-sel yang tidak pernah belajar di Sengkang. Selama Gurutta belajar di Sengakang, ia banyak bertemu dan bergaul denga orang yang kelak menjadi ulama besar di sul-sel seperti, AGH. Ambo Dalle, AGH. Abduh Pabbajah, AGH. Daud Ismail, AGH. Rafiq Sulaeman, dsb.
Konflik antara Ainur Rafieq dengan Muhammadiyah tidak membuat Gurutta bersikap untuk tidak berhubungan dengan orang Muhammadiyah. Ia pun memutuskan untuk masuk sekoalh normal Islam di Majene dan di Pinrang dimaana sekolah tersebut didirikan oelh orang Muhammadiyah yang berasal dari Sumatera. Justru setelah belajar di Normal Islam, Gurutta semakin tidak fanatic dalam berfikir dan berpegang pada satu mazhab.
Sewaktu menunaikan ibada haji di Makkah, secara kebetulan dibuka penerimaan murid baru di Darul Falah Makkah dan Gurutta pun mendaftarkan diri. Baginya, tes masuk ke sekolah itu tidaklah terlalu sulit. Kecerdasan dan penguasaan pada ilmu-ilmu yang diperolehnya selama belajar di Indonesia membawanya menduduki rangking-2  satu peringkat di bawah Syeikh Muhammad Syalthout (Grand Syeikh Al-Azhar). Selama satu tahun lebih belajar di Makah sampai memperoleh gelar di bidang Muqaranah (Perbandingan Mazhab).
Sekembali dari Makah, Gurutta kemudian belajar secara informal kepada seorang ulama tasawuf yang bernama Syeikh Ahmad Jamaluddin yang lebih dikenal sebagai Syeikh Jamal Padaelo. Dari sinilah Gurutta semakin mendalami ilmu ma’rifat lewat bimbingan Syeikh Jamal Padaelo. Gurutta kemudian kelak yang menggantikan Syeikh Jamal Padaelo menjadi Kadhi di Wilayah Sidenreng Rappang.
Dalam menjalani kehidupannya, Gurutta menikah sebanyak 3 kali, pada pernikahan pertamnya Gurutta mempersunting puteri Syeikh Jamal Padaelo yaiut Hj. Baderiah Binti Syeikh Ahmad Jamaluddin, dari pernihakan tersebut dikarunia 6 orang anak yakni, I Nurung (lebih dahulu menghadap Allah SWT), Hj. Fauziyah Muin, H. Farid Muin, Alm. Hj. Mardawiyah Muin, Hj. Kaltsum Muin, H. Surkati Muin.
Istri kedua Gurutta yaitu Andi Oja puteri seorang pejuang kemerdekaan yang bernama A. Takko yang sangat berpengaruh di daerah Tanru Tedong Sidrap. Kemudian anak Hj. Andi Subaedah, A. Nasir (Alm) dan Hj. Andi Sulakha.
Sedangkan istri ketiga Gurutta sewaktu masih bergabung dengan DI/TII adalah A. Norma yang masih kerabat dekat dengan Kahar Muzakkar dan mempunyai anak bernama A. Nahidah.
Dalam usia yang masih muda (22 tahun) tepatnya pada tahun 1942 Gurutta diangkat menjadi kadhi (kali) sebagai partner Addatuang Sidenreng dalam bidang agama.
Masa Perjuangan Kemerdekaan
Pada masa merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Gurutta pun sangan memiliki peran yang sangat luar biasa. Gurutta terlibat langsung membentuk Partai Nasional Indonesia Cabang Rappang tahun 1945 lewat jalur diplopasi yang ditingkat Wilayah ada DR. Ratulangi dan Pusat ada Bung Karno.
Gurutta juga member kontribusi langsung dan paling nyata ketiak terjadi peristiwa penyerangan Bambu Runcing pada tanggal 10-12 juli 1946 dengan menyerang kota rappang sebagai titik pusat pertahanan tentara Belanda bersama A. Cammi.
Kemudian untuk menghidari operasi Westerling Gurutta ke Soppeng karena Soppeng adalah daerah underadeling dari Wajo, sedangkan Wajo terlibat dalam persekutuan Tellumpoccoe yang memihak pada Belanda. Oleh karena itu, Soppeng tidak termasuk wilayah operasi Westerling. Di sana Gurutta bertemu dengan AGH. Ambo Dalle dan AGH. Abduh Pabbaja yang juga menghindari operasi. Disanalah dibantu oleh AGH. Daud Ismail yang kemudian menjadi cikal bakal pendeklarasia Organsasi Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 M./5 Februari 1947.
Masa Orde Baru
Gurutta adalah seroang politisi handal yang sangat disegani baik kawan maupun lawan pada pemerintahan Bupati Sidrap H. Arifin Nu’mang. Gurutta pernah menduduki kursi DPRD selama 2 periode pasca terbentuknya Kab. Sidenreng Rappang.
Gurutta juga pernah menjadi Ketua Partai Masyumi tahun 1948. Kemudian bergabung dengan DI/TII pada tahun 1955. Kemudian tahu 1971 bergabung dengan Partai Nahdhatul Ulama.
Kemudian di tahun 1974 Gurutta mendirikan Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa yang sudah lama Gurutta cita-citakan sebelumnya.
Cerminan corak pemikiran Gurutta dapat dilihat dari beberapa karya yang telah ditorehkannya dalam beberapa buku dan kitab seperti :
a.    Al Khotbah Al-Mimbariyah (1944)
b.    Fiqih Muqaran (1953)
c.    Tafsera Akorang Ma’basa Ogi (1966)


2 komentar:

  1. Luar biasa..smoga kelak mash ada sperti beliau..tolong sering2 buat blog tentang ulama sidenreng.

    BalasHapus